Kacang Hijau | Budidaya Kacang Hijau | Media Lahan Kacang Hijau | Penanaman Kacang Hijau | Pemupukan Kacang Hijau | Pengendalian Hama dan Penyakit | Green Beans | Green Bean Cultivation | Media Farm Green Beans | Planting Green Beans | Green Bean Fertilizing | Pests and Disease Control
Kacang
hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di
daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae)
ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber
bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia
menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum, setelah
kedelai dan kacang tanah.
Bagian
paling bernilai ekonomi adalah bijinya. Biji kacang hijau direbus
hingga lunak dan dimakan sebagai bubur atau dimakan langsung. Biji
matang yang digerus dan dijadikan sebagai isi onde-onde, bakpau, atau
gandas turi. Kecambah kacang hijau menjadi sayuran yang umum dimakan di
kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dan dikenal sebagai tauge. Kacang
hijau bila direbus cukup lama akan pecah dan pati yang terkandung dalam
bijinya akan keluar dan mengental, menjadi semacam bubur. Tepung biji
kacang hijau, disebut di pasaran sebagai tepung hunkue, digunakan dalam
pembuatan kue-kue dan cenderung membentuk gel. Tepung ini juga dapat
diolah menjadi mi yang dikenal sebagai soun.
Kacang
hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang banyak
dimakan rakyat Indonesia. Tanaman ini selain banyak mengandung zat-zat
gizi juga bermanfaat untuk proses pengobatan. Secara agronomis dan
ekonomis, tanaman kacang hijau memiliki kelebihan dibanding tanaman
kacang-kacangan lainnya.
Untuk
mendapatkan hasil kacang hijau yang lebih tinggi masih memungkinkan
jika kendala dalam pertumbuhannya dapat diatasi dengan teknologi
budidaya yang tepat. Komponen teknologi yang harus
diperhatikan
dalam budidaya tanaman kacang hijau antara lain: (1) penggunaan
varietas unggul; (2) penyiapan lahan; (3) penanaman; (4) pemupukan; (5)
penggunaan mulsa jerami; (6) penyiangan gulma; (7) pengairan; (8)
pengendalian hama; (9) pengendalian penyakit; dan (10) panen dan
pascapanen.
Di
lahan kering umumnya penanaman dilakukan di awal musim hujan dimana
kebutuhan air kacang hijau semata-mata bergantung pada curah hujan, pada
bulan pertama diperlukan curah hujan 100-150 mm/bulan sedang pada bulan
kedua antara 50-100 mm/bulan
Media Lahan
Kacang
hijau dapat tumbuh pada semua jenis tanah sepanjang kelembaban dan
tersedianya unsur hara yang cukup. Untuk itu lahan yang akan
dipergunakan harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Pada lahan sawah setelah
panen padi, tidak perlu dilakukan pengolahan tanah (tanpa olah
tanah=TOT). Jerami cukup dipotong pendek atau rata dengan tanah.
Sementara itu, pada lahan sawah yang sudah agak lama tidak ditanami
perlu dilakukan pengolahan tanah secara sempurna. Untuk menghindari air
tergenang pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dengan lebar
dan kedalaman 20-30 cm dan jarak antar saluran maksimum 4 m.
Penanaman
Pada
daerah endemis hama lalat bibit dan untuk menghindari serangan semut
maka terlebih dahulu benih dicampur dengan Marshal 25 ST (Carbosulfan)
dengan takaran 10-15 g/kg benih atau Fipronil dengan takaran 5 cc/kg
benih. Penanaman dilakukan dengan sistem tugal sebanyak 2-3 biji/lubang
dengan kedalaman 3-5 cm, kemudian ditutup dengan abu dapur/jerami atau
tanah halusi atau pupuk kandang. Kebutuhan benih berkisar 15-20 kg/ha.
Jarak tanam bervariasi, yaitu 40x10 cm (populasi 300.000-400.000
tanaman/ha) pada musim hujan atau 40x15 cm (populasi 400.000-500.000
tanaman/ha) pada musim kemarau (Balitkabi, 2005; Hilman, et al., 2004).
Balitkabi (2004) juga menyarankan jarak tanam mengikuti jarak tunggul
padi. Pada saat tanam, kelembaban tanah tidak boleh terlalu tinggi
karena dapat menyebabkan biji busuk. Penyulaman dapat dilakukan umur
ke-7 hari. Pada umumnya para petani melakukan penanaman benih kacang
hijau sesudah padi dengan cara sebar benih sebelum atau sesudah padi
dipanen. Sebar benih kacang hijau setelah padi dipanen dilakukan dengan
atau tanpa pembabatan jerami, dan benih yang diperlukan berkisar 50-75
kg/ha.
Pemupukan
Dalam
bertanam kacang hijau, petani jarang melakukan pemupukan. Cara ini juga
disarankan terutama pada lahan-lahan yang subur. Sedangkan pada tanah
kurang subur diberikan pupuk sebanyak 45 kg Urea + 45- 90 kg SP36 + 50
kg KCl/ha. disarankan pemberian pupuk sebanyak 50 kg Urea + 60 kg SP36 +
50 kg KCl/ha. Pupuk diberikan pada saat tanam secara larikan di sisi
lubang tanam sepanjang barisan tanaman. Bahan organik berupa pupuk
kandang sebanyak 15-20 t/ha atau abu dapur/abu hasil pembakaran jerami
sebanyak 5 t/ha sangat baik diaplikasikan untuk menutup lubang tanam.
cara ini dapat meningkatkan hasil kacang hijau mencapai 1,5 t/ha.
Penggunaan Mulsa Jerami
Penggunaan
mulsa jerami yang ditebar pada hamparan pertanaman kacang hijau secara
merata dapat mengurangi serangan hama lalat bibit, menekan pertumbuhan
gulma, dan memperlambat proses penguapan air tanah. Dianjurkan
penggunaan jerami dengan takaran sebanyak 5 t/ha.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan tergantung dengan pertumbuhan gulma. Dianjurkan pada umur
10-15 hari setelah tanam (hst) dan 25-30 hst, dengan cara dikored atau
menggunakan cangkul. Pada daerah yang langka tenaga kerja dapat
menggunakan herbisida pra tumbuh non selektif seperti: Lasso, Paraquat,
Dowpon, dan Goal dengan takaran 1-2 l/ha yang diaplikasikan 3-4 hari
sebelum tanam.
Pengairan
Kacang
hijau termasuk tanaman yang toleran terhadap kekurangan air, yang
penting tanah cukup kelembabannya. Namun, bila tanah pertanaman kacang
hijau kekeringan sebaiknya segera diairi terutama pada periode kritis,
yaitu: saat tanam, saat berbunga (umur 25 hst), dan saat pengisian
polong (umur 45-50 hst). Untuk kacang hijau yang ditanam di tanah
bertekstur ringan (berpasir), umumnya pengairan dilakukan dua kali yaitu
umur 21 dan 38 hst, sedangkan pertanaman di tanah bertekstur berat
(lempung), biasanya diperlukan pengairan hanya satu kali.
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT
Serangan
hama merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya hasil di tingkat
petani. Dilaporkan terdapat sebanyak 30 jenis serangga yang telah
diketahui merupakan hama kacang hijau dan 20 jenis digolongkan sebagai
hama penting yang dapat menurunkan kualitas tanaman kacang hijau. Hama
ini menyerang seluruh bagian tanaman kacang hijau sejak tanaman tumbuh
sampai panen (Tengkano, 1986 cit LPTP, 2000). Diantara hama penting
kacang hijau tersebut adalah: lalat bibit Ophyomia phaseoli, ulat
jengkal Plusia chalsites, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat
Riptortus linearis, penggerek polong (Maruca testulalis dan Etiella
spp.) dan kutu thrips (Hilman, et al., 2004). Menurut Nurdin (1994), di
Sumatera Barat hama utama yang menyerang tanaman kacang hijau adalah:
lalat bibit Ophyomia phaseoli, Aphid sp, belalang, ulat grayak
Spodoptera litura, ulat penggulung daun Lamprosema indicata, ulat
jengkal Plusia chalsites, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat
Riptortus linearis, dab penggerek polong Maruca testulalis.
Pengendalian
hama dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). Penggunaan insektisida merupakan alternatif terakhir bila cara
lain tidak mangkus dalam mengendalikan hama. Insektisida anjuran, antara
lain adalah: Confidor, Regent, Curacron, Atabron, Furadan, atau
Pegassus dengan dosis 2-3 ml/l air dan volume semprot 500-600 l/ha
(Balitkabi, 2005). Menurut Sunantara (2000), untuk pengendalian lalat
bibit, ulat daun maupun penggerek polong dapat digunakan insektisida:
Marshal, Fastac, Decis, Matador, dan Atabron. Sedangkan untuk
mengendalikan kutu dan kepik yang menyerang daun maupun polong dapat
digunakan insektisida: Decis, Basso, Kiltop, Ambush, dan Larvin. Waktu
penyemprotan insektisida tergantung populasi hama di lapangan. Bila
populasi telah mencapai ambang kendali, baru dilakukan penyemprotan.
Pengendalian Penyakit
Penyakit
utama tanaman kacang hijau adalah bercak daun Cercospora canescens,
busuk batang, embun tepung Erysiphe polygoni, dan penyakit puru Elsinoe
glycines. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida,
seperti: Benlate, Dithane M45, Baycor, Delsene MX200, atau Daconil pada
awal serangan dengan takaran 2 g/l air. Fungisida laian yang dapat
mengendalikan penyakit embun tepung dan bercak daun adalah hexakonazol
yang diaplikasikan pada umur 4 dan 6 minggu untuk penyakit embun tepung
atau 4, 5, dan 6 minggu untuk penyakit bercak daun.
Sementara
itu penyakit embung tepung juga dapat dikendalikan dengan menggunakan
varietas tahan, seperti: Sriti dan Kutilang. Varietas Kutilang mempunyai
tingkat ketahanan lebih tinggi terhadap penyakit embun tepung.
Penggunaan varietas tahan dapat menggurangi pemakaian fungisida sehingga
dapat menekan biaya produksi dan secara tidak langsung juga
melestarikan lingkungan.
Panen dan Pascapanen
Umur
panen barvariasi tergantung varietas yang ditanam. Panen dilakukan bila
polong berwarna hitam atau coklat serta telah kering dan mudah pecah.
Panen dapat dilakukan satu, dua, atau tiga kali tergantung varietas yang
ditanam.
Hasil
panen langsung dijemur di atas lantai beralaskan terpal atau karung
dengan ketebalan 2-3 cm, pembalikkan dilakukan setiap + 3 jam. Polong
yang sudah kering dipukul-pukul sampai kulit polong pecah (di dalam
karung untuk menghindari kehilangan hasil) dan pemisahan biji dari kulit
polong dilakukan dengan nyiru, tampi, atau blower. Biji yang sudah
bersih dijemur lagi sampai kering simpan yaitu kadar air 8-9%.
0 komentar:
Posting Komentar